Sabtu, 22 Maret 2008

Mewaspadai Olahraga Pernafasan

Sekitar 20 orang berdiri dengan gagah di Gelanggang Olah Raga, Jalan A Yani, Bekasi. Kedua kaki mereka membentuk kuda-kuda yang sangat kuat.

Sesaat kemudian, tangan mereka menghentak ke depan secara tiba-tiba. Beberapa detik berikutnya, kedua tangan itu ditarik ke belakang. Lalu, kaki mereka digeser perlahan ke depan secara serempak.

Perhatian mereka tampak tengah dipusatkan ke satu titik tertentu. Hiruk pikuk orang di sekeliling tak mereka pedulikan

Begitulah suasana latihan para anggota Lembaga Seni Pernafasan (LSP) Satria Nusantara Bekasi, Jawa Barat. Ketika itu, mereka tengah serius melatih jurus-jurus yang disertai pernapasan dan dikombinasikan dengan upaya peningkatan konsentrasi.

Lembaga tersebut hanyalah satu dari sekian banyak lembaga yang bergerak di bidang olahraga pernapasan yang belakangan ini marak di Tanah Air. Nama-namanya beranekaragam. Mulai dari Cakra Murti Indonesia, Maju Sehat Bersama (Mahatma), Tinarbuka, Prana Shakti Jayakarta, hingga Bagu Manunggal. (Lihat boks: Janji-janji Itu).

Masing-masing lembaga atau perguruan memang menawarkan berbagai bentuk olahraga pernafasan dengan beragam tujuan dan manfaat. LSP Satria Nusantara, misalnya, berupaya memadukan antara gerak tubuh dan pernafasan serta konsentrasi untuk menghasilkan suatu sistem biolistrik tubuh yang lebih mantap, kuat, dan teratur.

"Dengan begitu, ilmu ini dapat digunakan untuk membela diri sendiri terhadap berbagai serangan (penyakit) di dalam tubuh," jelas Ketua LSP Satria Nusantara Bekasi, Karyaman LB.

Pada prinsipnya, kata Karyaman, latihan pernafasan dalam Satria Nusantara diupayakan untuk mengembangkan enam indera manusia dengan tiga kekuatan.

Kekuatan pertama adalah kekuatan fisik yang dilatih dengan gerak atau jurus tertentu. Yang kedua, merupakan kekuatan batin yang dilatih dengan pernafasan tertentu. Adapun kekuatan iman dilatih dengan dzikir khafi atau hati. "Ini murni gerak tubuh kita dan konsentrasi kita. Tidak ada mantra, jin, atau setan," kata Karyaman.

Adapun Lembaga Seni Pernafasan (LSP) Maju Sehat Bersama (Mahatma) berupaya mengadopsi olah raga senam untuk kesehatan. Setiap gerakan yang dilakukan dalam latihan dimaksudkan untuk mengasah aura peserta pelatihan.

Menurut Ketua LSP Mahatma Cabang Pondok Gede Housing, Bekasi, Tony Radiansyah, sebaiknya setiap anggota bisa memadukan olah nafas, gemulainya tubuh, dan konsentrasi secara simultan. Dengan begitu, lanjut Toni, kerangka berpikir orang dapat lurus dan bersih.

Satu hal yang paling penting dalam olahraga ini, kata Tony adalah pernafasan. Artinya, gerak nafas harus benar. Apabila hal tersebut telah tercapai, diharapkan para peserta bisa menjadi sehat dan kemudian bisa berfikir wajar.

"Jadi, targetnya itu setelah sehat nanti, mampu berpikir bijaksana. Kan enggak mungkin kalau orang sakit itu bisa bijaksana. Bagaimana bisa bijaksana kalau masih mikirin sakitnya sendiri?" ungkap Tony.

Sebagian besar di antara lembaga atau perguruan khusus olahraga pernafasan, memang tidak hanya menawarkan kebugaran. Namun, mereka juga menjanjikan kepada anggotanya untuk bisa menyembuhkan penyakit. Bukan cuma satu atau dua penyakit, sebagian di antaranya bahkan mengklaim bisa menyembuhkan segala jenis penyakit.

Hal tersebut diakui Karyaman. Menurut dia, tenaga kasat mata yang dikeluarkan dari tubuh manusia yang dilatih terus ini, dapat dimanfaatkan untuk membela diri terhadap serangan dari luar. "Bahkan, dapat pula dipergunakan untuk menolong atau mengobati orang yang sakit."

Beberapa waktu lalu, kata Karyaman, ada salah seorang peserta yang terkena stroke. Pada awalnya, dia sama sekali belum bisa melakukan gerakan. Namun, beberapa waktu kemudian, orang tersebut sembuh dari sakitnya. "Artinya, memang ada kekuatan tersembunyi sehingga orang stroke pun tidak lama kemudian mulai baik kondisi tubuhnya," sambungnya.

Dalam nada yang hampir sama, Tony menyatakan, Mahatma merupakan ilmu pernafasan yang yang disebut-sebut memiliki pengaruh luar biasa terhadap kesehatan. Dengan mengolah pernafasan ala Mahatma ini, berbagai penyakit, baik fisik dan non fisik, dapat diobati dengan sangat cepat.

Adapun penyakit fisik yang dikatakan dapat diobati dengan cepat dengan mentransfer tenaga dalam ini antara lain asma, alergi, maag, darah tinggi/rendah, jantung, dan kencing manis. Selain itu, kata Tony, "Mahatma mampu membebaskan seseorang dari kebiasaan dan ketergantungan menggunakan obat-obatan."

Olahraga serupa lainnya di berbagai daerah di Tanah Air, lebih mendekatkan diri kepada ajaran para leluhur mereka. Perguruan Seni Beladiri Senam Pernafasan Tinarbuka yang pernah digandrungi warga Yogyakarta pada sekitar 2002 lalu, misalnya, lebih mengarah kepada upaya penyembuhan non medis.

"Para peserta olahraga ini biasanya bisa menyembuhkan orang yang kena santet," terang pimpinan Tinarbuka, Widji Ono Pamungkas. Namun, upaya penyembuhan sebagaimana dilakukan Mahatma atau Satria Nusantara, kata dia, belum bisa dilaksanakan di Tinarbuka.

Adanya iming-iming untuk sehat dan bahkan bisa menyembuhkan aneka penyakit inilah agaknya yang menggiurkan ribuan atau bahkan jutaan peserta di Tanah Air. Pertanyaannya kemudian, benarkah upaya penyembuhan tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara medis?

Menurut pengajar pada bagian Ilmu Kedokteran Olahraga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Nani Cahyani, tidak pernah ada kegiatan olahraga yang secara langsung bisa menyembuhkan semua penyakit. Setiap kegiatan olahraga, kata dia, memiliki tujuan yang khusus. "Olahraga itu dilakukan dengan tujuan untuk kebugaran, menurunkan berat badan, atau untuk mengobati satu gejala penyakit tertentu?" tuturnya.

Kalau harus untuk menyembuhkan penyakit, ujar Nani, pertanyaannya kemudian adalah, penyakit apa yang harus disembuhkan? Soalnya, pengobatan terhadap penyakit itupun tidak bisa secara umum diperlakukan dengan sama. "Kalau orang kena tumor, misalnya, bagaimana mungkin bisa disembuhkan dengan latihan olahraga?" kata dia.

Jika ada seseorang mengalami gangguan fungsi paru, misalnya, kata Nina, beberapa bentuk latihan olahraga memang bisa dilakukan. Dengan berolahraga secara teratur, kata dia, fungsi paru itu bisa ditingkatkan.

Sementara itu, seseorang yang terkena diabetes melitus, ucap Nina, juga harus terus melakukan olahraga kendati penyakit tersebut tidak akan bisa disembuhkan. Dengan berolahraga, kadar obat yang harus diminumnya, bisa dikurangi.

Namun, jika kemudian olahraga pernafasan membuat seseorang mampu menyembuhkan penyakit yang diderita orang lain, Nina mengaku tidak bisa menjawabnya. Apalagi, jika kemudian seseorang bisa menjadi kebal atau meloncat hingga suatu ketinggian tertentu di luar kewajaran. Secara ilmu kedokteran, kata Nina, hal tersebut tidak bisa dianalisa.

Untuk itu, kata Nina, seseorang harus benar-benar mempelajari kelebihan olahraga pernafasan tertentu. Artinya, seseorang harus tahu secara persis, apa tujuan akhir dari olahraga tersebut? Jika tujuan akhir tersebut masih mungkin diraih secara logis, saran Nina, "Olahraga itu layak untuk dijalani." nur hidayat/siswanto


Tidak ada komentar: